1312 — Not The End Of Us.
Aku masih ingat hari itu—panas yang menusuk, debu yang beterbangan, dan suara teriakan yang tak kunjung reda. Jalanan seolah-olah menjadi panggung tempat kami bersaksi, tempat kami menyulam keberanian menjadi nyanyian lantang. Poster-poster sederhana terangkat ke udara, kertas yang kusut tapi bermakna. Tulisan tangan yang gemetar tapi tak gentar. Kami berteriak sampai suara serak, sampai dada sesak, sampai mata basah bukan karena kelemahan, melainkan karena gas air mata yang tak henti-henti merobek pernapasan. “Apa kau tidak takut?” tanya seseorang di sampingku, wajahnya separuh tertutup masker kain. Aku tersenyum getir, lalu menjawab lirih, “Kalau aku diam, aku lebih takut lagi. Takut besok tak ada lagi yang bisa kita perjuangkan.” Langkah-langkah berat para aparat terdengar, seperti guntur yang dipaksa jatuh di siang bolong. Mereka datang dengan tameng dan tongkat, sedang kami hanya dengan suara dan keyakinan. Tapi anehnya, meski tubuh ini kecil, meski tangan ini gemetar, dada t...